Hukum Shalat di Commuter Line

Share This Post

Shalat adalah ibadah wajib yang telah ditentukan waktunya. Maka jika shalat di luar waktunya tentulah tidak sah. Lalu bagaimana jika seseorang berada di kereta api dan mau shalat?

Ketika seseorang sedang berada di kereta api dalam waktu yang lama, maka mau tidak mau pastilah dia akan melewati waktu shalat. Shalat tersebut tentu wajib dikerjakan sesuai waktunya, dan jika menunggu kereta sampai tentu tidaklah mampu dikerjakan sesuai waktu.

Akhirnya pelaksanaan shalat mesti ketika dirinya masih berada di dalam kereta supaya dikerjakan dalam waktunya, namun timbul pertanyaan bagaimana hukumnya shalat di kereta, apakah sah shalatnya sedangkan tempatnya tidak tersedia dan arah kiblat pun berubah-ubah sesuai arah kereta berjalan?

Tempat yang dilarang dan dibolehkan shalat

Secara prinsip ibadah shalat dikatakan sah ketika memenuhi syarat, di antaranya suci pada badan, pakaian, dan tempat shalatnya dari segala najis. Orang yang shalat juga diharuskan suci dari hadats kecil dan hadats besar.

Adapun terkait tempat pelaksanaannya, Islam melalui hadits berikut ini menyebutkan lokasi atau area yang sebaiknya dihindari untuk melakukan shalat. Riwayat hadits berikut ini menyebut sedikitnya tujuh tempat yang tidak direkomendasikan untuk shalat padanya.

Dari sahabat Ibnu Umar, ia berkata bahwa Rasulullah SAW melarang pelaksanaan shalat pada tujuh tempat, yaitu tempat pembuangan sampah, tempat pemotongan ternak, makam, tengah jalan, kamar mandi, kandang unta, dan atap Ka’bah,” (HR At-Tirmidzi).

Dari hadits ini, ulama kemudian menjelaskan alasan larangan shalat pada tujuh area tersebut. Imam Muhammad bin Ali As-Syaukani dalam Kitab Nailul Authar menghimpun sejumlah pertimbangan atau rasionalisasi larangan shalat di tengah jalan, yaitu salah satu area yang tidak disarankan untuk melaksanakan ibadah shalat.

Beliau menyebutkan, “Adapun shalat di tengah jalan (dilarang) karena mengganggu konsentrasi yang dapat menyebabkan kehilangan kekhusyukan yang menjadi sirr (rahasia) shalat. Ada ulama berpendapat karena jalan itu tempat dugaan najis. Ada ulama lain yang berpendapat karena shalat di tengah jalan menggangu hak pengguna jalan. Karena itu, Abu Thalib berpendapat kalau shalat di tengah jalan tidak sah sekalipun areanya cukup luas karena tuntutan larangan yang fasad padanya,” (Imam Muhammad bin Ali As-Syaukani, Nailul Authar, [Mesir, Musthafa Al-Babi Al-Halabi: tanpa tahun], juz II, halaman 154).

Adapun Al-Muayyad Billlah dan Al-Manshur Billah berpendapat, shalat di tengah jalan yang luas tidak dimakruh karena tidak mengandung mudharat karena illat larangan itu bagi keduanya adalah membawa mudharat bagi pengguna jalan, (As-Syaukani: II/154).

Adapun pelarangan shalat di tempat lainnya, seperti pembuangan sampah, tempat penjagalan hewan, kamar mandi dan kandang unta adalah karena kekhawatiran adanya najis di tempat tersebut karena memang tersebut rawan najis bahkan merupakan pembuangan najis sehingga shalat di sana menimbulkan kekhawatiran.

Sedangkan larangan shalat di makan supaya tidak menimbulkan kemusyrikan karena tidak sedikit agama ini melenceng hingga menyembah selain Allah disebabkan karena ibadah yang disalahpahami. Dan shalat di makam sering dipahami menyembah pemilik makam, sehingga orang yang melihatnya bisa menyalahartikan. Dan larangan shalat di atas Ka’bah ialah karena seseorang hanya menghadap sebagian kiblat ketika shalat di atas Ka’bah, sementara sebagian kiblat yang lain berada di belakangnya.

Hukum shalat di Commuter Line

Adapun terkait dengan shalat di dalam Commuter Line atau KRL, kita harus memahami terlebih dahulu bahwa area dalam KRL merupakan area publik tempat lalu lalang pengguna jalan, dalam hal ini adalah penumpang KRL dan juga petugas keamanan KRL yang berlalu lalang.

Ketika area lalu lalang digunakan untuk shalat, maka mobilitas pengguna jalan dalam hal ini petugas keamanan kereta atau pengguna jasa KRL menjadi terganggu meski area tersebut suci karena dipel oleh petugas kebersihan kereta dan menggunakan alas shalat semacam sajadah.

Yang jelas, area KRL merupakan kawasan publik di mana penumpang atau pengguna jasa KRL melakukan mobilitas di dalamnya atau keluar masuk antara KRL dan peron stasiun. Karena kawasan publik, maka tidak disarankan ibadah shalat pada area KRL karena dapat mengganggu mobilitas penumpang lainnya.

Kami menyarankan pengguna jasa KRL, petugas keamanan dan kebersihan kereta, atau siapa saja yang beraktivitas di area publik KRL untuk melaksanakan ibadah shalat di mushala atau area yang difungsikan oleh pihak KAI sebagai ruang shalat dengan memenuhi syarat dan rukun shalat agar disiplin terhadap pemakaian ruang publik, tanpa mengganggu ketertiban sosial.

Solusinya ketika kita menggunakan transportasi KRL supaya tidak mengganggu shalat, maka jika kita belum menaiki KRL dan waktu shalat sebentar lagi, sebaiknya kita shalat dahulu baru naik KRL. Atau jika waktu shalat belum masuk, maka kita bisa shalat di tengah perjalanan, yaitu ketika KRL berhenti di stasiun maka kita keluar dan shalat di mushala stasiun lalu melanjutkan kembali perjalanan kita. Hal itu karena area dalam KRL pada hakikatnya mirip dengan area pertengahan jalan yang dilarang shalat oleh Baginda Nabi SAW dalam haditsnya. Yang mana kedua tempat tersebut sama-sama punya sifat yang mirip, yaitu menjadi tempat lalu lalangnya manusia sehingga sulit melaksanakan shalat dengan khusuk dan penuh konsentrasi. Wallahu A’lam.

More To Explore

berbagi

Lebih dari 713 Porsi Makan Gratis dibagikan

Berbagi Makan Gratis: Wujud Kepedulian Yayasan Islam Amanah Darul Hisan kepada Pekerja Jalanan Yayasan Islam Amanah Darul Hisan terus berkomitmen untuk memberikan bantuan dan kepedulian

Bersama Koinmu,
Darul Hisan Hadir untuk Ummat