Kotoran dan Kencing Kucing, Apakah Najis?

Share This Post

Kucing adalah hewan yang banyak dipelihara manusia dan suka buang kotoran di tempat sembarangan. Lalu kita bertanya bagaimana hukum kotoran kucing, suci atau najis?

Memelihara kucing di rumah adalah perbuatan yang dibolehkan, apalagi jika hal itu dibarengi alasan dan tujuan yang dibenarkan seperti memeliharanya untuk mengurangi mudarat sebagian serangga dan hewan melata seperti tikus, ular dan selainnya.

Jika seseorang memelihara kucing maka wajib baginya untuk mencukupi makanannya atau membebaskannya mencari makan di tempat sekitarnya, bukan menahan dan mengurungnya tanpa makanan. Hal itu dikarenakan adanya ancaman di mana seorang perempuan diriwayatkan masuk neraka disebabkan seekor kucing yang tidak diberinya makan.

Nabi bersabda: “Ada seorang wanita masuk neraka disebabkan seekor kucing. Dia tidak memberinya makan dan tidak juga melepaskannya agar dapat memakan serangga di tanah”. (HR. Bukhari)

Status hewan kucing dan bekas jilatannya

Mayoritas ulama sepakat bahwa kucing dan bekas jilatannya adalah suci, bukan najis. Hal itu karena terdapat beberapa hadits yang menyebutkan status kesucian kucing dan jilatannya. Dalam kitab Muwatha, Musnad dan Sunan disebutkan bahwa Abu Qatadah pernah masuk ke rumah menantunya Kabsyah binti Ka’ab bin Malik. Lalu dia disiapkan oleh menantunya air wudhu yang diletakkan di bejana. Akan tetapi datang seekor kucing dan meminum air tersebut. Lalu Kabsyah binti Ka’ab bin Malik melihat hal itu dan keheranan, sementara Abu Qatadah hanya diam dan membiarkannya.  

Menyadari hal itu Abu Qatadah mengatakan: Apakah engkau heran dengan hal ini wahai anak perempuan saudaraku? Dia menjawab: Iya. Lalu Abu Qatadah menjelaskan sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kucing itu tidaklah najis, sesungguhnya dia adalah binatang yang suka berkeliling ke rumah-rumah.” (HR. Malik). At-Tirmidzi menyebutkan bahwa hadits ini hasan shahih dan hal ini merupakan pendapat kebanyakan shahabat dan para ulama setelahnya, seperti Syafi’i, Ahmad, Ishaq dan mereka tidak melihat bekas jilatan kucing sebagai sesuatu yang najis.

Hukum kotoran kucing

Adapun air kencing kucing dan kotorannya maka menurut mayoritas ulama hal itu adalah najis dan berbeda dengan tubuh serta jilatannya. Maka wajib bagi seorang muslim menghindarkan diri dari kotoran kucing serta mensucikan kembali tempat shalat yang terkena olehnya. Ibnu Abidin dalam Raddul Mukhtar menyebutkan: Sesungguhnya kotoran kucing dan tikus adalah najis menurut pendapat yang terkuat sehingga bisa merusak kesucian air dan pakaian jika terkena oleh kotorannya.

Ibnu Abdil Barr dalam Al-Kafi menyebutkan: Najis adalah apa-apa yang keluar dari tempat kotoran anak Adam dan juga apa yang keluar dari tempat kotoran hewan yang tidak dimakan dagingnya. Ad-Damiri dalam Najmul Wahhaj juga menyebutkan: Kotoran hewan yang tidak dimakan dagingnya adalah najis berdasarkan ijmak para ulama.  

Ibnu Utsaimin juga menyebutkan: “Kucing tidaklah najis. Namun apakah berlaku secara umum? Jawabnya, tidak. Yang tidak najis adalah air liur, sesuatu yang keluar dari hidungnya, keringat, jilatan atau bekas makan dan minumnya. Adapun untuk kencing dan kotoran kucing tetaplah najis. Begitu pula darah kucing juga najis. Karena setiap hewan yang haram dimakan, maka kencing dan kotorannya dihukumi najis. Kaedahnya, segala sesuatu yang keluar dari dalam tubuh hewan yang haram dimakan dihukumi haram. Contohnya adalah kencing, kotoran, dan muntahan.” (Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 1: 110)

Berdasarkan penjelasan ini maka tempat yang terkena air kencing atau kotoran kucing dari pakaian seseorang, anggota badan atau tempat shalat dan dia mengetahui letaknya maka wajib baginya membersihkannya dengan air yang suci sebelum melakukan shalat, yaitu mencucinya sampai hilang dzat najasahnya, lalu membersihkannya kembali hingga tidak tersisa warna, rasa dan baunya. Ibnu Abdil Barr menyebutkan bahwa hal ini adalah syarat sahnya shalat berdasarkan ijmak para ulama. Namun apabila dia tidak mengetahui secara pasti letak air kencingnya, maka wajib baginya memperkirakan tempatnya dan mencucinya.

Ibnu Abdil Barr menyebutkan dalam Al-Istidzkar: Sesungguhnya siapa yang shalat secara sengaja dan tahu adanya najis di badan, baju dan tempat shalatnya dan dia mampu menghilangkannya namun tidak melakukannya maka shalatnya batal dan wajib baginya mengulanginya seakan dia belum melakukannya.

Ragu-ragu terkena kotoran kucing

Namun jika seseorang ragu-ragu dan tidak yakin apakah pakaian atau tempat shalatnya dikencingi kucing atau tidak karena tidak adanya bukti baik dari bau, warna dan rasa yang tertinggal di sana maka baju dan tempat itu tetap dihukumi suci karena asalnya memanglah suci. Dan asal sesuatu tidak bisa dihilangkan karena hal yang meragukan.

As-Sarkhasi dalam kitabnya Al-Mabsuth menyebutkan: Siapa yang ragu akan dirinya telah hadats atau tidak maka dia masih dalam keadaan berwudhu, dan siapa yang ragu apakah dirinya telah wudhu atau tidak maka dia masih dalam keadaan hadats. Hal ini karena keraguan tidak bisa merubah hal yang yakin dan apa yang ditetapkan dengan keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan keraguan. Begitu pun keraguan terkena kotoran kucing, jika ragu-ragu maka tempat tersebut masih dihukumi suci. Wallahu A’lam.

More To Explore

Bersama Koinmu,
Darul Hisan Hadir untuk Ummat