Membangun rumah dan bisa membeli barang kebutuhan adalah pencapaian dan kebanggaan. Namun bagaimana jika hal itu didapat dari mengemis?
Alangkah bangganya jika seorang memiliki barang-barang yang tidak murah. Jika seseorang mampu membangun rumah, membeli motor dan mobil dan punya banyak harta maka hal itu adalah kebanggaan. Dia bisa menafkahi keluarganya dengan baik dan dapat memudahkannya untuk beribadah kepada Allah.
Namun kebanggaan dan kepuasan saat memiliki harta ini kadang membutakan hati banyak orang. Demi memilik harta dan kemewahan maka mereka rela melakukan berbagai macam cara, baik yang halal atau pun yang dilarang. Termasuk di antaranya ialah dengan mengemis dan meminta-minta.
Ya, fenomena mengemis dan meminta-minta adalah fenomena yang tidak asing di masyarakat kita. Hampir di mana saja kita berada, maka ada saja orang yang berprofesi sebagai pengemis. Bahkan di media sosial pun ada saja yang mengemis. Mereka bangga memiliki harta kekayaan yang melimpah padahal dari hasil mengemis.
Pengemis kaya raya
Profesi pengemis ternyata bukan profesi kecil. Hal itu terbukti banyak para pengemis yang ternyata kaya dan punya harta banyak. Hal ini sebagaimana diberitakan oleh Tribunnews di mana pengemis bernama Luthfi Haryono asal Gorontalo ternyata punya banyak harta.
Dia punya Tabungan sebanyak 490 juta. Selain itu dia juga sudah membangun rumahnya yang cukup mewah. Padahal sehari-harinya dia hanya mengemis tanpa bekerja. Hal ini tentu sangat menyakitkan kita yang setiap hari bekerja namun penghasilannya tidak sebanyak para pengemis.
Kehinaan para pengemis
Islam sangat membenci perbuatan mengemis. Bahkan pengemis dalam syariat Islam akan mendapatkan kehinaan di dunia dan di akhirat. Di dunia dia akan menjadi sorotan manusia karena perbuatannya. Bahkan orang-orang juga risih berdekatan dengannya. Ada pun di akhirat maka hukumannya lebih pedih dari itu.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Kegiatan meminta-minta (mengemis) akan selalu ada pada diri seseorang sampai ia menemui Allah dalam kondisi wajahnya tanpa sepotong daging pun” (HR. Ahmad)
Menurut al-Mahlab, hadits di atas merupakan bentuk penghinaan terhadap orang yang suka mengemis. Imam Bukhari memberikan pemahaman bahwa yang dimaksud pada hadits tersebut adalah orang yang suka meminta-minta padahal tidak dalam keadaan darurat.
Imam Al-Bukhari menjelaskan: Sesungguhnya yang datang pada hari kiamat yang wajahnya tidak ada dagingnya sama sekali adalah orang yang banyak mengemis dalam rangka memperkaya diri tanpa ada unsur darurat. Barangsiapa mengemis berdasarkan untuk memperkaya diri, ia termasuk dikategorikan orang kaya yang tidak halal menerima shadaqah. Di akhirat kelak akan disiksa. (Ibnu Bathal, Syarah Ibnu Bathal, [Maktabah ar-Rusyd: Riyadh, 2003], juz 3, halaman 512)
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang meminta kepada masyarakat karena untuk memperkaya diri, sesungguhnya ia hanya meminta batu neraka. Maka hendaknya ia memilih mempersedikit atau memperbanyak.” (HR Muslim)
Karena itu mengemis bukanlah kegiatan yang dianjurkan dalam agama Islam. Akan tetapi kita dianjurkan untuk memberi, bukan meminta. Rasulullah SAW bersabda: “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barangsiapa berusaha menjaga diri, Allah akan menjaganya. Barangsiapa berusaha mencukupkan diri (tidak bergantung pada orang lain), Allah akan memberinya kecukupan’.” (HR. Bukhari)Maka kita harus berlindung kepada Allah dari sifat mengemis. Apa yang kita miliki maka kita syukuri dan apa yang lebih dari hart akita maka kita sedekahkan. Itulah kekayaan sesungguhnya, yaitu kekayaan hati. Rasulullah SAW bersabda: “Kekayaan tidaklah dari banyaknya harta. Namun yang dinamakan kaya adalah kaya jiwa” (HR Bukhari)