Barang temuan dalam Bahasa arab disebut luqathah. Barang temuan seharusnya jangan diumumkan dengan detail sehingga semua orang jadi tahu.
Di sebuah alon-alon, lapangan atau mall sering terdengar pengumuman barang temuan. Misalnya: Telah ditemukan uang 200 ribu dengan pecahan 50 ribu dua, dan 100 ribu satu di bawah pohon mangga sebelum shalat zuhur. Siapa yang merasa kehilangan uang tersebut segera mendatangi tempat pengumuman.
Iya pengumuman seperti ini kadang kita dengar di tempat khalayak umum. Kita yang tidak merasa kehilangan biasanya hanya membiarkan dan tidak peduli pengumuman tersebut, berbeda dengan orang yang memang hilang barangnya.
Namun pernahkah kita sadari bahwa pengumuman barang temuan dengan sangat rinci ini justru kesalahan. Sebab bisa saja ada orang jahat yang mengaku-ngakui uang hilang tersebut. Barangnya sudah diumumkan dengan jelas dan semua orang pun tahu. Lalu bagaimana kita bisa tahu kalau dia benar pemiliknya atau cuma mengaku-ngaku padahal dia bisa menyebutkan semua cirinya dengan lengkap.
Diumumkan secara Umum
Barang temuan memang harus diumumkan supaya pemiliknya tahu dan segera mengambilnya. Namun pengumuman tersebut bukan dengan menyebutkan sifat barangnya dengan sangat rinci, tapi cukup mengumumkannya secara global. Hal itu supaya kalau ada orang yang mengaku kehilangan barangnya, bisa kita uji dulu barang yang hilangnya seperti apa, bagaimana sifatnya dan berapa jumlahnya. Kalau pengumumannya dengan sangat detail, maka semua orang jadi tahu dan sulit mengujinya.
Dasar dari masalah ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Khalid. Ia berkata: “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW menanyakan tentang barang temuan, maka beliau bersabda, “Lihatlah kemasannya dan pengikatkanya. Kemudian umumkan selama satu tahun hingga datang pemiliknya. Kalau tidak datang, maka barang itu terserah kamu.”
Orang itu lalu berkata lagi, “Bagaimana kalau kambing tersesat?” Rasulullah menjawab, “Apakah ia milikmu atau saudara kamu (orang lain) atau binatang buas?” Orang itu bertanya lagi, “Bagaimana kalau unta sesat?” Rasulullah menjawab, “Biarkan dia tak ada urusannya denganmu, dia mempunyai kantong minuman sendiri, dan kakinya sudah bersepatu sendiri. Ia mencari air dan memakan dedaunan pohon, sampai dia diketemukan oleh tuannya.” (HR. Bukhari)
Jadi yang Rasulullah perintahkan supaya kita mengetahui bagaimana kemasan dan pengikat barang temuan tersebut. Dahulu yang sering hilang ialah dinar yang ditaruh di kain yang diikat sebagai pengganti dompet. Kemasan dan tali pengikat itu harus kita ketahui bagaimana bentuknya supaya ditanyakan ke orang yang datang dan mengaku-ngaku bagaimana bentuk dan warnanya. Kalau benar maka baru kita berikan barangnya.
Barang Temuan Jangan Ditaruh di Lemari
Kesalahkaprahan lain yang banyak ditemui di masjid dan sekolahan ialah menaruh barang temuan di lemari kaca sehingga orang-orang pada tahu dan melihat barangnya langsung. Jika barang temuan dipejengkan di lemari kaca, maka semua orang jadi tahu bagaimana barang tersebut dan menjadi sulit kita mengujinya. Akibatnya bisa saja datang orang dan mengaku-ngaku pemiliknya padahal bukan miliknya.
Seharusnya barang temuan tersebut cukup diumumkan dengan umum dan global biar hanya yang benar-benar pemiliknya saja yang tahu bagaimana sifat dan jumlahnya.
Barang Temuan yang Boleh Diambil
Dalam hadits di atas Rasulullah ditanya tentang unta yang ada di padang pasir tanpa ada pemiliknya. Beliau menjawab bahwa unta itu cukup dibiarkan dan jangan diambil sebab dia punya cadangan makanan sendiri yang bisa dipake hingga berhari-hari.
Artinya tidak semua barang temuan boleh kita ambil. Seenggaknya ada beberapa kriteria barang temuan dan bagaimana hukumnya. Pertama ialah barang temuan yang tidak berharga seperti tusuk gigi, dan uang receh yang tidak berharga. Maka kita boleh mengambilnya meski tidak diumumkan. Sebab orang yang kehilangannya biasanya tidak akan mencari-carinya dan merelakannya.
Kedua ialah barang berharga yang bisa rusak kalau dibiarkan. Maka kita boleh mengambilnya dan mengumumkannya setahun. Bahkan kalau dibiarkan barangnya jadi rusak, maka mengambilnya menjadi wajib supaya tidak membuang-buangkan harta. Ketiga ialah barang berharga yang tidak mungkin rusak kalau dibiarkan. Maka kita tidak perlu mengambilnya, tapi biarkan saja pemiliknya datang dan menemukannya sendiri, seperti unta, atau mobil yang terbawa banjir. Kecuali kita khawatir ada orang jahat yang akan mencurinya, maka kita wajib mengambilnya. Wallahu a’lam.