Tiba-tiba Beni diberikan nasehat oleh salah satu tetangganya ketika ia sedang memantau tukang material menurunkan bahan-bahan bangunan di samping rumahnya. Ketika Beni ditanya oleh tetangga tersebut untuk apa, Beni langsung menjawab untuk membangun rumah di lahan sebelah rumahnya. Tetangganya pun menyarankan agar kegiatan membangun rumahnya agar dilaksanakan di bulan depannya, sebab saat ini masih bulan Sura (Jawa) atau Muharram (Hijriyah) agar tidak menjadi kesialan bagi dirinya.
Membangun rumah di bulan Suro merupakan sebuah larangan atau pantangan yang berlaku di masyarakat Indonesia. Hal ini ada kaitannya dengan kepercayaan dan tradisi yang telah berlangsung turun temurun.
Menurut kepercayaan masyarakat, membantu rumah di bulan Suro diyakini sebagai pamali. Mereka percaya bahwa rumah yang dibangun pada bulan ini akan menghadirkan kerugian dan tidak akan membawa keberuntungan bagi pemiliknya.
Mereka mengatakan bahwa rumah yang dibangun di bulan Suro akan cenderung mudah rusak dan tidak akan bertahan lama. Selain itu, mereka juga meyakini bahwa rumah ini akan sering mengalami masalah dan kesulitan dalam berbagai aspek, seperti keuangan, kesehatan, bahkan hubungan sosial dengan tetangga.
Masyarakat Jawa mayoritas menjunjung tinggi tradisi ini dan masih mematuhi larangan tersebut hingga saat ini. Mereka lebih memilih untuk menunda pembangunan rumah hingga bulan-bulan lain yang dianggap lebih menguntungkan. Dengan demikian, mereka berharap agar rumah yang mereka bangun akan memberikan kebahagiaan, kesuksesan, dan keberuntungan bagi mereka dan keluarga.
Bagi masyarakat Jawa, melanggar pamali di bulan Suro bisa mengundang kesialan dan nasib buruk. Pamali sendiri merupakan larangan atau pantangan yang berkaitan erat dengan kepercayaan dan adat istiadat setempat. Dalam konteks ini, pamali berfungsi sebagai pedoman yang mengingatkan masyarakat untuk senantiasa berhati-hati dan menjaga perilaku selama bulan yang sakral ini.
Suro Bulan Sial?
Dalam ilmu tauhid, kepercayaan semacam ini dikenal dengan istilah “tathayyur”, yang secara harfiah berarti “berita burung”. Tathayyur adalah praktik mengaitkan kejadian atau tindakan dengan hal-hal yang tidak memiliki hubungan logis atau ilmiah, termasuk menganggap diri akan terkena sial jika melakukan sesuatu pada hari atau bulan tertentu.
Jadi, menyakini bahwa bulan Suro adalah bulan sial termasuk mitos sebagai cerita-cerita tanpa dasar yang kuat dalam ilmu maupun dalil. Oleh karena itu, mitos-mitos tersebut termasuk dalam kategori tathayyur, takhayul, dan khurafat yang harus dijauhi oleh umat Islam. Kepercayaan seperti ini dikhawatirkan dapat mengarah kepada syirik, yaitu menyekutukan Allah, dan berpotensi merusak akidah umat.
Nabi SAW bersabda, “Beranggapan sial termasuk kesyirikan, beranggapan sial termasuk kesyirikan. (Beliau menyebutnya tiga kali, lalu dia bersabda). Tidak ada di antara kita yang selamat dari beranggapan sial. Hilangkan anggapan sial tersebut dengan bertawakkal .” (HR. Abu Daud)
Ini berarti bahwa beranggapan sial dengan sesuatu baik dengan waktu, bulan atau beranggapan sial dengan orang tertentu adalah suatu yang terlarang bahkan beranggapan sial termasuk kesyirikan.
Dengan demikian, waktu dan bulan tidaklah mendatangkan keberuntungan dan kesenangan yang sama sekali. Namun yang harus kita ketahui bahwa setiap musibah atau kesialan yang menimpa kita sudah menjadi ketetapan Allah. Maka kewajiban kita hanyalah bertawakkal ketika melakukan suatu perkara dan banyaklah bertaubat serta istighfar kepada Allah SWT.