Berbakti kepada orangtua bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya ialah mengamalkan wasiat-wasiatnya sepeninggalnya mereka.
Mengamalkan wasiat orangtua sepeninggal mereka adalah kewajiban yang harus dilakukan. Hal itu karena perintah orangtua yang hidup saja wajib dilaksanakan, apalagi ketika mereka telah tiada tentu menjadi lebih wajib lagi sebagai pemenuhan permintaan terakhir mereka.
Karena itu biasanya ahli waris dan para kerabat akan melakukan apa pun demi melaksanakan wasiat si Mayit. Bahkan jika mereka tidak mampu sekalipun, mereka akan berusaha memampukan diri mereka dengan berhutang atau mengorbankan harta warisan peninggalan si Mayit. Dan yang lebih mengkhawatirkan apabila wasiat berupa maksiat dan ahli waris karena kejahilannya tetap menjalankan wasiat tersebut.
Wasiat tapi maksiat
Jika si mayit sebelum meninggalnya menyebutkan wasiat dan wasiat tersebut berupa kemaksiatan dan dosa, maka wasiat tersebut haram dilakukan dan tidak boleh ditaati. Rasulullah SAW bersabda: “Mendengar dan taat adalah wajib bagi setiap muslim, baik dalam hal yang ia sukai maupun yang tidak ia sukai, selama ia tidak diperintahkan melakukan kemaksiatan. Adapun jika ia diperintahkan melakukan maksiat, maka tidak ada (kewajiban) mendengar maupun menaati.” (HR. Bukhari). Hadits ini menunjukkan larangan Nabi SAW untuk menaati wasiat berupa kemaksiatan, baik wasiat tersebut dari orangtua sendiri, saudara, atau orang lain. Hal itu karena kita dilarang menaati seorang makhluk untuk melakukan kemaksiatan dan dosa kepada Allah ta’ala.
Syaikh Ibnu Baz dalam Majmu’ Fatwanya menyebutkan: Wasiat yang melanggar syariat tidak dilaksanakan dan yang dilaksanakan hanyalah wasiat yang sesuai syariat. Maka apabila seseorang berwasiat dengan hartanya untuk dibelikan khamr atau alat-alat musik, maka wasiat tersebut tidaklah dilaksanakan dan begitu juga wasiat harus menyelaraskan dengan hukum syariat.
Wasiat untuk menjadi pahala di akhirat
Wasiat dianjurkan untuk dilakukan orang yang sedang sekarat dan mendekati ajal supaya menambah bekalnya ketika di akhirat. Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah itu bersedekah kepada kalian dengan sepertiga harta kalian ketika kalian hendak meninggal dunia sebagai tambahan kebaikan bagi kalian.” (HR. Ibnu Majah, dan dihasankan Al-Albani)
Dalam Durar Suniyah dijelaskan maksud sepertiga dalam hadits ini adalah wasiat. Yaitu seseorang dibolehkan melakukan wasiat dari sepertiga hartanya untuk menambahkan amal pahalanya sekalipun ahli waris dan kerabatnya menolak dan tidak menyetujuinya. Sementara jika lebih dari sepertiga maka tidak dibolehkan dan harus dibarengi persetujuan para ahli waris.
Lalu jika wasiat ditujukan untuk menambah pahala dan bekal maka pastinya wasiat tersebut haruslah berupa kebaikan dan ketaatan, bukan malah kemaksiatan dan dosa. Dalam Kifayatul Akhyar disebutkan: Wasiat dianjurkan untuk menarik banyak kebaikan dan mendapatkan pahala yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Maka jika seseorang berwasiat untuk membangun gereja dan menuliskan bible maka hal ini bertentangan dengan maksud yang sebenarnya.
Kenapa Nabi tidak berwasiat?
Meski Nabi SAW menganjurkan kaum muslim untuk berwasiat supaya menambahkan bekal sebelum meninggal, akan tetapi beliau SAW tidak melakukan wasiat. Lantas kita bertannya kenapa beliau tidak melakukan wasiat?
Jawabannya disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa Abdullah bin Abi Awfa ditanya Thalhah bin Musharrif: Apakah Rasulullah SAW melakukan wasiat? Beliau menjawab: Tidak. Lalu beliau ditanya lagi: Lalu kenapa kaum muslim dianjurkan untuk berwasiat (sementara Nabi tidak melakukannya)? Beliau menjawab: Rasulullah SAW berwasiat dengan Kitabullah. (HR. Muslim)
Jadi hadits ini menyebutkan bahwa Rasulullah SAW memang tidak meninggalkan wasiat berupa harta benda, bahkan beliau sendiri tidak meninggalkan warisan kepada keluarganya. Namun bukan berarti beliau tidak berwasiat, beliau berwasiat kepada kaum muslimin untuk berpegang kepada Kitabullah.