Kisah mualaf ini menjadi inspiratif datang dari Hasanudin, seorang pria yang dulunya merupakan general manager (GM) di sebuah perusahaan besar di Jakarta dengan gaji Rp. 100 juta per bulan, namun kini beralih profesi menjadi penjual es cincau di Sukabumi, Jawa Barat demi iman Islam-nya. Dengan tubuhnya yang sudah tua, Hasanuddin berjalan keliling menjajakan es cincau dan es nanas racikannya. Dengan mengandalkan gerobak sederhana, Hasanuddin menawarkan es setiap hari. Tampilannya sangat sederhana, tak ada yang tahu kalau ia dulunya hidup nyaman dengan harta terjamin.
Jaya dan Bangkrut
Kehidupan Hasanudin penuh dengan lika-liku. Hasanudin lahir dan besar di Palembang lalu bekerja di Batam. Hasanudin mengaku lulusan perguruan tinggi di Singapura. Ia pernah mengalami masa kejayaan sebagai bos besar, namun kemudian mengalami kebangkrutan dan perceraian.
“Dulu punya rumah tingkat di Jakarta, punya mobil, komplit lah, ya itu dulu,” kenang pria yang mengaku seorang mualaf ini. Pria ramah ini juga mengaku memilih masuk Islam sejak 22 tahun yang lalu. Meski kini hidupnya pas-pasan, ia mengaku hatinya lebih tenang.
Hasanudin mengatakan dirinya lupa diri saat kehidupannya dulu serba berkecukupan. Saking melimpahnya, ia tak keberatan saat istrinya ingin berbelanja, makan enak di restoran mahal, dan menikmati kemewahan lainnya.
Ia pun tak keberatan kerap diutangi sejumlah uang oleh teman-temannya. Ternyata semua itu membuat keuangannya perlahan-lahan mulai menipis. Ia bahkan pernah berhutang sampai Rp3 miliar. Lalu, konflik pun mulai muncul antara dirinya dengan istrinya hingga kemudian memutuskan untuk bercerai. Di tengah kesulitannya, ia bertemu dengan seorang wanita Muslim.
Islam Membawa Ketenangan
Sang Muslimah mengajukan syarat kepada Hasanudin untuk masuk Islam jika ingin menikahinya. Pada usia 43 tahun, Hasanudin pun memutuskan untuk memeluk agama Islam. Keputusannya ini membawa perubahan besar dalam hidupnya.
Hasanudin dan istri kemudian merantau ke Sukabumi dan memulai hidup baru. Ia meninggalkan kemewahan masa lalunya dan kini fokus berjualan es cincau.
Meskipun hidup sederhana, Hasanudin merasakan ketenangan dan kebahagiaan yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya. Ia bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan.
Melansir kalan YouTube Gavy Story dalam video itu disebutkan di kala sulit, Hasanudin selalu berpegang teguh pada imannya dan terus berusaha mencari nafkah untuk keluarganya.
berjualan sejak pagi hingga sore hari, tetapi masih ada sisa barang dagangannya dan cincau yang dijualnya sudah mulai rusak sehingga tidak bisa terjual. Ketika ada yang ingin membeli es cincaunya, Hasan menolak karena barang dagangannya tidak layak untuk dikonsumsi.
Namun tanpa diduga ada seorang pembeli memanggil Hasan kembali dan tiba-tiba memberikan uang senilai Rp. 300 ribu. Hasan merasa bersyukur karena rezekinya tidak pernah terputus, seberapa pun nilainya.
“Saat saya membuka uangnya, ternyata senilai Rp. 300 ribu. Saya merasa sedih, Allah selalu membantu saya. Allah selalu menolong saya, sehingga saya bisa membeli sepatu untuk anak saya. Allah selalu menolong saya. Dahulu saya pernah menerima gaji Rp. 100 juta, namun sekarang nilainya sudah jauh dari itu,” katanya.