Menurut kepercayaan Hindu Kejawen masyarakat biasanya menggunakan media penangkal jin terhadap bayi atau ibu hamil dengan bekal silet, kaca dan gunting. Mereka membekali bayi atau anak kecil tersebut dengan memakaikan alat-alat tadi atau membawanya kemana pun mau pergi. Biasanya alat-alat tersebut dibekalkan oleh orangtua mereka yang masih percaya tentang tahayul.
Para orang tua tersebut khawatir dan takut kalau anaknya terjadi hal yang tidak diinginkan. Mereka yakin jin qarin, arwah leluhur mereka yang sudah meninggal dan setan jahat akan melihat dan berkunjung ke anak tersebut. Biasanya anak yang dikunjungi dan diganggu makhluk-makhluk tersebut akan sakit-sakitan, sering menangis dan merasa tidak tenang. Tapi jika anaknya dibekali benda-benda tersebut maka akan selamat dan terhindar dari gangguan. Lalu bagaimanakah hukum hal ini dalam pandangan syariat Islam?
Perkara Ghaib dengan Dalil
Menurut syariat Islam perkara ghaib adalah kenyataan yang hak. Tapi syariat Islam tidak membiarkan umatnya menerka-nerka tentang hal ghaib dengan akal dan logika mereka, apalagi dengan kabar simpang siur yang berasal dari penuturan nenek moyang. Tapi perkara ghaib harus dikonfirmasi dengan firman Allah sendiri.
Allah ta’ala berfirman: “Katakanlah (Muhammad), “Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.” (QS. An-Naml: 65)
Allah juga berfirman: “Dan pada sisi Allah jualah anak kunci perbendaharaan segala yang ghaib, tiada sesiapa yang mengetahuinya melainkan Dia lah sahaja; dan Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut; dan tidak gugur sehelai daun pun melainkan Dia mengetahuinya.” (QS. Al-An’am: 59)
Maka siapa yang mengatakan bahwa silet, kaca dan gunting bisa menangkal jin dan setan yang mau mengganggu anak kecil, maka kita tanyakan adakah dalilnya? Jika tidak ada maka ini hanyalah bualan dan kebohongan semata.
Sebab Syar’i dan Hissiy
Dalam syariat islam dibolehkan kaum muslimin mengambil dan melaksanakan sebab sesuatu. Namun hal itu tetap dibarengi keyakinan bahwa sebab tersebut hanyalah wasilah semata, sedangkan yang memberikan efek hanyalah Allah. Makanya kita diperintahkan berobat, memakan makanan yang sehat dan menghindari bahaya dan kemudaratan dalam rangka mengambil sebab musabab.
Namun menjalankan sebab tersebut tidaklah asal-asalan, tapi sebab harus memenuhi beberapa syarat sehingga boleh diambil dan dilaksanakan. Pertama sebab harus dibenarkan oleh syariat. Seperti bacaan surah Fatihah sebagai obat atau madu, bekam dan habbatussauda yang bisa jadi sebab kesembuhan. Jika suatu sebab tidak ditetapkan dengan syariat maka sebab tersebut adalah batil dan dusta. Syarat yang kedua sebab tersebut harus ditentukan oleh akal sehat, yaitu dengan penelitian dan percobaan yang mutawatir.
Seperti makan banyak buah bisa bikin sehat, api itu bisa panas sehingga harus dihindari, atau pun minum obat bisa jadi sebab kesembuhan. Sebab yang sesuai logika juga dibolehkan diambil dan dilaksanakan. Sekarang kita bertanya, masuk kategori manakah silet, gunting dan kaca tersebut bisa jadi penangkal dan pengusir setan? Adakah dalil dari syariat yang menyebutkan, atau adakah penelitian akal yang membuktikan? Jika tidak ada maka hal itu tidak boleh diambil sebagai sebab. Bahkan jika tetap mengambilnya maka jatuh pada kekufuran dan kemusyrikan.
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka dia telah syirik.” (HR. Ahmad). Rasulullah SAW juga bersabda: “Sesungguhnya mantra, jimat dan tiwalah adalah syirik.” (HR. Abu Dawud)
Syaikh Ibnu Baaz menjelaskan sebab menggantungkan jimat dikategorikan syirik karena orang yang memakainya akan meyakini jimat tersebut bisa memberikan manfaat dan mudarat kepada dirinya sehingga lemah tawakalnya kepada Allah. Padahal jimat tersebut bukanlah termasuk sebab menurut syari’at dan juga penelitian logika.
Jadi keyakinan kaca, gunting dan silet bisa mengusir makhluk halus dan jin adalah batil karena alat-alat tersebut hanya benda biasa dan tidak juga dijadikan oleh Allah sebagai sebab baik dalam syariat atau akal logika.