Hukum Memanjangkan Kuku dan Berwudhu

Share This Post

Pada masa sekarang penampilan seseorang tidak hanya dilihat dari wajah, tubuh dan rambut yang memukau. Namun kuku panjang juga jadi perhatian dan diidam-idamkan banyak orang.

Beberapa waktu kemarin saya menemani istri untuk memotong rambut di salon. Salon tersebut tertutup, bersih dan hanya dikhususkan kaum wanita. Tempat tersebut sangat terawat. Catnya terlihat baru dan juga disediakan ac agar tidak panas. 

Di sana terdapat beberapa menu treatmen yang disediakan pihak salon. Saya pun iseng mengambil dan melihat-lihat daftar menu tersebut. Ternyata salon bukan hanya tempat memotong rambut, namun juga menyediakan banyak pelayanan salah satunya ialah menghias kuku.  

Melihat gambar kuku-kuku yang dihias itu, saya jadi berfikir bagaimana nantinya mereka berwudhu dan bersuci baik dari hadats kecil atau hadats besar. Apakah air akan sampai ke kulit jika kukunya dihiasi dengan beragam cat tersebut, atau justru akan terhalangi? Namun kenapa banyak perempuan yang menghiasi kukunya, apakah mereka tidak khawatir akan keabsahan berwudhunya, belum lagi biaya menghias kuku yang lumayan mahal dibanding potong rambut, yaitu 30 ribu sampai 100 ribu.

Kuku dianjurkan dipotong

Memotong kuku dan memendekkannya adalah disunahkan Nabi SAW, beliau bersabda: “(Sunnah) fitrah ada lima, yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur bulu ketiak, memendekkan kumis, dan memotong kuku.” (HR Bukhari dan Muslim)

Imam Nawawi dalam Majmu’ menyebutkan bahwa memendekkan kuku adalah sunah berdasarkan kesepakatan (ijma’) para ulama. Dalil akan hal itu ialah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya bahwa Abu Washil menyebutkan dirinya menemui Abu Ayub Al-Anshari dan menyalaminya lalu dia melihat kukunya panjang. Maka Abu Ayub menyebutkan hadits di mana Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Ada orang diantara kalian yang bertanya tentang berita langit, sementara dia biarkan kukunya panjang seperti cakar burung, dengan kuku itu, burung mengumpulkan janabah dan najis.” (HR. Ahmad 23542, Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubro 861, dan hadis ini dinilai dhaif oleh Syuaib Al-Arnauth)

Dalam hadits ini terdapat teguran bagi orang yang membiarkan kukunya panjang sehingga seperti kuku burung. Hal itu karena kuku tersebut menjadi sarang kotoran dan najis di bawahnya seiring kuku tersebut memanjang karena sulit dihilangkan. Bahkan kuku tersebut pun bisa menghalangi sampainya air ke kulit, yaitu kulit yang berada di tepi kuku sehingga membuat wudhu menjadi tidak sah.

Wudhu dengan kuku panjang

Jika kuku seseorang telah memanjang dan melewati batas kenormalan kemudian berkumpul di bawahnya kotoran yang menghalangi air ketika berwudhu, maka para ulama berselisih pendapat apakah wudhunya sah atau tidak.

Pendapat pertama menyebutkan wajibnya orang tersebut memotong kukunya supaya thaharahnya sah. Jika dia tidak segera memotongnya maka wudhunya tidak sah, dan shalatnya pun demikian karena tidak sempurna.

Pendapat ini kemudian menyebutkan beberapa argument, di antaranya area di bawah kuku yang masih terlihat dan terjangkau termasuk bagian tangan yang tertutupi oleh anggota kuku yang menghalangi sampainya air ke anggota wudhu. Maka hal ini sama dengan adanya tepung atau lilin di tangan yang harus dihilangkan jika hendak berwudhu.

Kotoran di bawah kuku juga sulit dihilangkan karena kuku yang memanjang. Padahal kotoran wajib dihilangkan sebagaimana jika ada kotoran di anggota badan yang lain, apalagi dikhawatirkan jika kotoran tersebut membawa najis dan hal ini tidaklah termasuk kategori hadits yang dimaafkan dan harus dihilangkan.

Sedangkan pendapat kedua menyebutkan bahwa seseorang yang kukunya panjang tidak wajib memotong kukunya dan kotoran atau najis yang terletak di bawah kukunya termasuk najis yang dimaafkan.

Pendapat kedua ini berargumen bahwa jika berwudhu dan thaharah dianggap tidak sah jika kukunya panjang dan terdapat kotoran di bawahnya, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam pasti telah menjelaskannya, namun tidak ada penjelasan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam terkait hal ini. Padahal Nabi bersabda: “Bagaimana aku bisa lupa? Sedangkan kalian datang kepadaku dengan gigi yang menguning dan dengan kotoran yang menetap di antara kuku dan daging ujung jari.” (HR. Bazzar).

Nabi SAW mengingkari bau mereka namun tidak menyebutkan bahwa bersuci mereka dibatalkan dan kaidahnya menyebutkan: Tidak menejelaskan sesuatu di waktu yang dibutuhkan adalah tidak dibolehkan.

Lalu yang ditutupi kuku panjang biasanya hanyalah bagian sedikit seperti bagian yang ditutupi rambut yang ada di wajah. Padahal tidak mengapa rambut di wajah dibiarkan tapi kenapa kuku dipermasalahkan. Pendapat ini juga berargumen bahwa kotoran dan najis yang di kuku adalah najis yang dimaafkan karena adanya hajat dalam hal ini.

Kesimpulan

Pendapat yang lebih kuat ialah wajibnya memotong kuku jika terdapat di bawahnya apa-apa yang bisa menghalangi sampainya air wudhu ke anggota wudhu karena kuatnya dalil-dalil dari kelompok ini dan juga karena teguran Nabi shallallahu alaihi wasallam akan hal itu seperti teguran beliau kepada Abu Ayyub ketika dia membiarkan kukunya memanjang dan menyamakannya dengan kuku burung.

More To Explore

Bersama Koinmu,
Darul Hisan Hadir untuk Ummat