Thaharah

Share This Post

Thaharah atau bersuci, secara bahasa maknanya adalah membersihkan. Adapun secara istilah atau syariat, maknanya adalah melakukan sesuatu yang dengan itu menjadi sah melakukan sholat, seperti melakukan wudlu, mandi wajib, membersihkan najis, dan sebagainya. Dan tentu syarat utama thaharah atau bersuci adalah adanya air, meskipun dalam keadaan tertentu bisa bersuci tanpa air. Maka tidak bisa tidak pembahasan awal tentang thaharah adalah membahas tentang air, yaitu hukum-hukum yang berlaku tentang air.

Adapun hukum-hukum tentang air terbagi menjadi 4 bagian.

Yang pertama air yang suci dan bisa digunakan bersuci.

Maksudnya suci disini adalah bahwa air tersebut asalnya suci dan tidak mengandung najis sehingga boleh digunakan, disentuh, dan sebagainya. Adapun maksud dari bisa digunakan untuk bersuci adalah air tersebut boleh dan sah untuk bersuci. Contoh air jenis pertama ini adalah air hujan, air laut, air PDAM, air sungai, air sumur, air sumber, dan sebagainya.

Yang kedua air yang suci dan bisa digunakan bersuci, tetapi makruh atau kurang baik menggunakannya.

       Meskipun air jenis ini suci dari najis dan hukumnya sah digunakan untuk bersuci, tetapi sebaiknya dihindari. Contoh dari jenis air ini adalah air dalam wadah yang menjadi panas karena sengatan matahari, tentu air seperti ini akan sedikit menyakitkan bila digunakan bersuci. Lain persoalannya jika air tersebut dipindahkan dulu ketempat yang sejuk sehingga airnya tidak panas lagi, maka hilanglah unsur makruhnya, hukumnya sama dengan air jenis pertama diatas. Termasuk pula jenis ini adalah air es, atau air yang seharusnya digunakan untuk minum, dan sebagainya.

Yang ketiga air yang suci tetapi tidak bisa digunakan bersuci.

Maksudnya meskipun air ini suci tetapi tidak sah digunakan untuk bersuci. Untuk jenis air ini ada dua, yang pertama air musta’mal atau air bekas dipakai untuk bersuci atau air bekas dipakai untuk menghilangkan najis.

Sebagai contoh seseorang yang berwudlu lalu air dari bekas berwudlu tersebut ditampung di dalam ember, maka air di dalam ember tersebut menjadi air bekas atau air musta’mal. Meskipun air tersebut suci dari najis tetapi karena air bekas wudlu, menjadi tidak sah digunakan lagi untuk bersuci. Lain halnya bila air bekas tersebut terkumpul banyak sekali, yaitu seukuran kira-kira 270 liter, maka air tersebut tetap bisa digunakan untuk bersuci.

       Yang kedua dari jenis ketiga ini adalah air suci yang tercampur dengan benda suci lainnya yang mana karena pencampuran ini menjadikan nama airnya berubah menjadi sebagaimana benda yang mencampurinya. Contohnya adalah air sirup, air teh, air mawar, dan sebagainya.

Yang keempat air najis, tidak bisa digunakan bersuci

Yang dimaksud dengan air najis adalah air yang asalnya suci lalu kemasukan benda najis. Untuk jenis air ini ada dua, yang pertama air suci yang jumlahnya sedikit (kurang dari 270 liter) yang kemasukkan benda najis, maka air seperti ini termasuk air najis yang tidak bisa digunakan untuk bersuci. Sebagai contoh air satu ember yang kemasukkan bangkai cicak, maka air se-ember ini menjadi air najis. Apabila air yang kemasukkan bangkai cicak tersebut lebih dari 270 liter, maka airnya dianggap suci dan bisa digunakan untuk bersuci.

Yang kedua, air yang banyak (lebih dari 270 liter) yang kemasukkan benda najis lalu benda najis itu merubah penampilan air yang banyak tersebut, maka air seperti ini juga termasuk air najis. Sebagai contoh air 300 liter dalam bak yang kemasukkan bangkai tikus, karena bangkainya lama tidak diambil menjadikan air 300 liter tersebut menjadi agak bau atau berubah warnanya menjadi agak kecoklatan, maka air seperti ini dianggap najis meski jumlahnya banyak. Adapun jika benda najis itu tidak sampai merubah sedikit saja penampilan air yang banyak tersebut, maka air yang banyak tersebut tetap dianggap suci.

More To Explore

Bersama Koinmu,
Darul Hisan Hadir untuk Ummat