Najis

Share This Post

Pada serial pertama kemarin yang membahas tentang thaharah, telah dibahas perihal air-air yang bisa dan tidak bisa diginakan untuk bersuci. Dan pembahasan serial kedua ini adalah tentang najis. Pengetahuan tentang najis adalah bagian yang penting dari pembahasan thaharah, hal ini dikarenakan najis adalah salah satu dari obyek thaharah, sedangkan macam-macam air sebagaimana telah dibahas pada serial yang lalu merupakan subyek thaharah.  

Makna najis

Najis secara bahasa maknanya kotor, atau segala sesuatu yang dianggap kotor. Sedangkan najis secara istilah atau makna yang dikehendaki syariat, adalah sesuatu yang menjadikan tidak sahnya ibadah sholat. Maksudnya, apabila seseorang terkena sesuatu atau benda yang dianggap agama sebagai benda najis, baik anggota badannya atau pakaiannya, padahal ia sedang sholat, maka sholatnya dianggap tidak sah, alias harus mengulangi lagi sholatnya setelah terlebih dahulu membersihkan dan mensucikan najis yang ada pada anggota tubuhnya atau pakaiannya. Jadi inilah yang dimaksud dengan najis itu menjadikan sholat seseorang batal atau tidak sah. Oleh karena itu sangat penting bagi siapapun, terutama yang mukalaf (mereka yang sudah diwajibkan untuk sholat), mengetahui perkara najis, agar sholatnya sah.

Najis sendiri oleh para ulama dibagi menjadi dua, yaitu najis ‘ainiyah atau najis yang terlihat jelas bendanya, dan najis hukmiyah, yaitu najis yang diperkirakan ada. Maksud dari diperkirakan ada adalah bahwa seseorang melihat sendiri ada najis di suatu tempat, dan ia lupa mensucikannya, tetapi ternyata ia melihat ditempat tersebut benda najisnya sudah tidak ada, padahal belum ada yang mensucikannya. Dan untuk masalah ini insyaallah akan sedikit dibahas pada serial berikutnya.

Benda-benda najis

Memahami najis tidak bisa tidak harus mengenal benda-benda yang menurut agama dianggap sebagai benda najis, karena tanpa mengenal benda-benda najis dikhawatirkan telah terkena benda najis tetapi tidak paham, yang mana hal ini bisa menjadikan sholatnya tidak sah.

Pembahasan tentang benda-benda najis sendiri, para ulama saling berbeda pendapat, untuk itu agar tidak membingungkan maka kami ambilkan yang sifatnya umum saja yang tidak banyak perbedaan diantara ulama. Dan diantara benda-benada yang dianggap ulama sebagai benda najis adalah :

  1. Bangkai hewan.

Para ulama membagi bangkai hewan menjadi 3 bagian, yang pertama bangkai hewan yang dihukumi najis, yang kedua yang dihukumi tidak najis, dan ketiga yang dimaafkan kenajisannya. Adapun bangkai hewan yang dihukumi najis adalah semua bangkai hewan yang tidak masuk dalam kategori kedua dan ketiga. Seperti bangkai ayam, kambing, sapi, kucing, burung, kadal, cicak, dan sebagainya.

Dan perlu diketahui, potongan dari anggota tubuh hewan seperti ini termasuk najis. Maksudnya, meskipun hewannya masih hidup tetap dianggap sebagai bangkai. Semisal seekor kambing yang karena sesuatu hal terpotong salah satu kakinya, maka potongan kaki tersebut dianggap bangkai, disamping najis juga haram dimakan, sedangkan kambingnya tetap suci.  

“Dari Abi Waqid al-Laitsi ra. : “Pada suatu hari Nabi saw. tiba di Madinah, lalu mereka (para sahabat) memotong punuk unta dan paha atas seekor kambing. Lalu Nabi saw. berkata : “Apa yang terpotong dari Hewan yang masih hidup, maka (potongan dagingnya) tersebut adalah bangkai”. (Tirmidzi).

Adapun kriteria bangkai kedua, yaitu bangkai hewan yang dihukumi tidak najis, adalah semua bangkai hewan laut serta bangkai belalang dan sejenisnya. Ini sebagaimana dijelaskan oleh Nabi saw. :

“Dari Abu Hurairah ra. : “Seseorang pernah bertanya kepada Nabi saw. : “Wahai Rasulullah, kami pernah naik kapal dan kami membawa sedikit air. Jika kami berwudhu dengan air itu kami akan kehausan, apakah kami boleh berwudhu dengan air laut?” Rasulullah saw. menjawab : “Air laut itu suci (bisa untuk berwudlu) dan bangkainya pun halal.” (Abu Daud, no. 83)

“Dari Umar bin Khattab ra. : “Dihalalkan untuk kami dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai itu adalah bangkai ikan dan belalang. Sedangkan dua darah itu adalah hati dan limpa.” (Ibnu Majah, no. 3314.)

Termasuk kategori yang kedua ini, adalah kulit bangkai hewan yang sudah disamak. Sebagaimana kita ketahui bahwa bangkai itu seluruhnya adalah najis, akan tetapi ada pengecualian pada kulit bangkai yang sudah disamak. Maka dari itu apabila kulit bangkai tersebut ingin dimanfaatkan, maka kenajisannya harus dihilangkan lebih dahulu dengan cara disamak.

“Pada suatu hari Abdullah bin Abbas bersedekah seekor kambing kepada budaknya Maimunah, akan tetapi sebelum sempat disembelih kambing itu telah mati jadi bangkai. Ketika Nabi saw. melewati mereka, beliau menyarankan untuk memanfaatkan kulitnya, beliau bersabda : “Kenapa tidak digunakan kulitnya dengan menyamaknya agar bisa dimanfaatkan?” Mereka menjawab : “Kami mengira ia bangkai.” Nabi saw.pun bersabda : “Yang diharamkan itu memakannya.” (Bukhari Muslim)

Catatan : Menyamak adalah membersihkan kulit bangkai binatang dari sesuatu yang dapat membuatnya cepat busuk, seperti darah atau daging yang masih menempel, dengan menggunakan benda-benda yang rasanya sepet atau kesat, atau yang semisalnya. Adapun kulit bangkai anjing dan babi, tetap najis, tidak bisa hilang kenajisannya meskipun disamak.

Bersambung ………………

Kategori ketiga, yaitu bangkai hewan yang dima’fu atau dimaafkan kenajisannya
benda-benda najis yang lain

More To Explore

bantuan pondok pesantren

Berawal dari Koin, Berkah untuk Santri di Ngaliyan

Bulan November 2024 kemarin menjadi momen berharga bagi santri di dua pondok pesantren di Ngaliyan, Semarang. Yayasan Islam Amanah Darul Hisan kembali melanjutkan komitmennya untuk

guru

Dilema Guru, Tegur Murid Dikriminalisasi

Pendisiplinan terhadap murid oleh guru di era sekarang ini begitu berbeda dengan masa lalu. Menjadi hal lumrah pada jaman dulu bila dijewer, bahkan dipukul oleh

Bersama Koinmu,
Darul Hisan Hadir untuk Ummat